Memasuki kediaman rumahnya, Delia menemukan hening dan kesunyian saja disana. Ia mulai menyusuri rumahnya yang megah bak Istana. Satu persatu ruamgan ia cek untuk memastikan ada siapa dirumah. Namun justru sama seperti sebelumnya, yang ia temukan hanya saudara kandungnya yang lain yaitu Aidan juga Elianara. “Hah, pasti pergi lagi kan mereka. Tanpa mengajak kita lagi, maunya apa sih mereka? Jelas kita anaknya kenapa selalu ditinggal begitu saja? Sial,” umpatnya kecewa.

“Aku juga heran deh, kak. Jelas-jelas kita gak sebodoh itu juga dan pintar banget lagi. Kenapa ya mereka gak mau kasih kita tugas yang lebih berat lagi. Peraturan ini lah, itu lah aku muak,” jawab Elianara menimpali kekesalan kakaknya itu. Benar, kita sangat muak. Bukankah sudah cukup skill kamu untuk mengikuti kegiatan mereka? Bahkan kak Aidan saja yang lebih tua dan laki-laki pun masih diragukan kehebatannya.

“Jujur, kakak mungkin bisa mengerti kalau dengan kalian yang dibatasi. Tapi gimana ya sama saya? Saya laki-laki bahkan tertua, bisa dilihat juga kehebatan saya meningkat setiap harinya. Apa masalah mereka sih? Ck!” Geram kak Aidan tak bisa terbendung lagi lalu mendorong meja kuat-kuat sampai menyentuh kaca dan pecah.

Delia mulai berpikir sejenak, memikirkan apa yang harus dilakukannya agar orang tua-nya bisa melihat tiga anaknya ini dan membiarkan mereka terjun kedalam. Delia pun tiba-tiba menjentikkan jarinya, seperti baru saja mendapat ide cemerlang.

“Kak, El, let's just get out from here!” pekiknya dengan gembira.

“Pergi maksud kamu?” kak Aidan bertanya kebingungan diikuti anggukan tak paham dari adik kecilnya, Elianara.

“Kita pergi dari sini, dan coba untuk masuk ke grup mafia lain. Kita buktiin ke orang tua kita kalau sebenarnya hal sia-sia saja hanya menyimpan kita yang emas ini dirumah. Ayo buat mereka menyesal dan pergi dari sini?” ajak Delia dengan ide gila yang terpampang di otaknya.

“AAAAAA aku setuju! Pokoknya aku ikut kak Delia!” teriak Elianara menyetujui keinginan kakak perempuannya itu.

“Tapi, dek. You sure it's safe? Saya gak mau ada apa-apa loh ya.” pungkas kak Aidan meminimalisir keadaan.

“Tenang, kak. I know someone.” ucap Delia lalu tersenyum licik.

Keesokan harinya Delia, Elianara juga Aidan sudah bersiap untuk pergi dari rumahnya. Ia menunggu orang tuanya pergi seperti biasa meninggalkan mereka bertiga saja lalu bertugas. Seperti dugaan, hari itu rumah sepi kembali mereka pun mulai melakukan aksinya.

“Ayo cepat kita harus bergegas, jangan sampai meninggalkan jejak pada mereka.” ucap Delia terburu.

“Del tunggu,” kak Aidan menahan pergelangan tangan Delia. “Kau sudah tau kita aka pergi kemana?”

Delia langsung berdiam sejenak lalu tersenyum, mengeluarkan tiga tiket pesawat yang akan lepas landas hari ini juga. “Tenang, kak. Kita udah punya tujuan, kok.” ucapnya sembar memberikan tiket ke Aidan juga Elianara.

“Italia, kak? Sicily?? Jangan bilang...” Ucapan Elianara terpotong oleh Delia yang seakan membenarkan dugaannya.

“Yap benar, we’re gonna join Cosa Nostra. Jadi ayo tunjukkan skill kalian disana nanti.” Senyum mengembang di sudut bibir Delia lalu beranjak membawa barang bawaannya. Aidan dan Elianara langsung mengangguk dan mengikuti Delia dari belakang.